Sabtu, 19 April 2008

KURANGNYA KESADARAN MASYARAKAT AKAN LINGKUNGAN SEKITAR

KURANGNYA KESADARAN MASYARAKAT AKAN LINGKUNGAN SEKITAR

Berbicara tentang lingkungan hidup, tentunya tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manusia itu sendiri. Karena baik tidaknya ataupun lestari tidaknya suatu lingkungan hidup ditentukan oleh manusia itu sendiri.

Secara prinsip, manusia merupakan sumber baku yang merupakan "titik tumpu" terjadinya pergeseran lingkungan hidup. Kondisi itu telah membawa manusia pada posisi dan peran sebagai penghasil dan pengguna usaha, jasa maupun barang olahan sumber daya lingkungan (SDL). Dalam konteks ini, sangat mungkin terjadi, selain bentuk olahan yang bermanfaat, juga diproduksi bahan-bahan yang dapat mencemari lingkungan. Bahan buangan tersebut bisa berbentuk sampah padat, cair maupun gas. Ironisnya, bahan buangan ini juga dikembalikan ke lingkungan hidup manusia itu sendiri. Adanya perubahan kondisi pada lingkungan dimungkinkan terjadi perombakan-perombakan yang membentuk, menumbuhkan, dan memperbarui lingkungan hidup manusia. Akibat perubahan itu, bisa berbentuk perubahan yang positif dan negatif. Dampak negatif dari perubahan kondisi lingkungan dapat berpengaruh pula terhadap manusia itu sendiri. Berbagai bentuk perusakan lingkungan, seperti pencemaran udara, pencemaran air, dan menurunnya kualitas lingkungan akibat bencana alam (banjir, longsor). Tentunya hal ini bisa berdampak global pada lingkungan, terutama terhadap kesehatan masyarakat.[1]

Dalam Al-Qur’an telah dikatakan dalam Surat Ar-Ruum ayat 41:

Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Polusi udara akibat asap-asap kendaraan di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung, Surabaya dan kota-kota besar lainnya. Hal ini berdampak pada kesehatan manusia sehingga harus ada penanganannya harus cepat. Tidak hanya dari asap pabrik maupun kendaraan bermotor, asap rokok pun dapat mengganggu lingkungan sekitar.

Secara umum, terdapat 2 sumber pencemaran udara, yaitu pencemaran akibat sumber alamiah (natural sources), seperti letusan gunung berapi, dan yang berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic sources), seperti yang berasal dari transportasi, emisi pabrik, dan lain-lain. Di dunia, dikenal 6 jenis zat pencemar udara utama yang berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic sources), yaitu Karbon monoksida (CO), oksida sulfur (SOx), oksida nitrogen (NOx), partikulat, hidrokarbon (HC), dan oksida fotokimia, termasuk ozon.

Lingkungan hidup sebagai unsur keseimbangan ekologis dapat dikatakan bahwa manusia merupakan sumber baku nonmanusiawi. Di dalamnya terdapat manusia, berbagai tanaman, hewan, serta zat-zat lain yang membentuk tatanan yang kompleks dan faktor-faktor lingkungan, seperti curah hujan, panas, angin, dan sinar matahari. Keseluruhan unsur dan faktor lingkungan tersebut didayagunakan terus-menerus selama hidup. Interaksi antarunsur dan faktor lingkungan berlangsung tanpa henti-hentinya. Manusia yang satu dengan yang lain membentuk tatanan sendiri sebagai makhluk sosial yang pada dasarnya juga berpengaruh terhadap unsur dan faktor lingkungannya.

Berbicara masalah rokok tentu tidak terlepas dari pengaruh sosial manusianya, baik secara moral maupun etika. Mereka notabene tidak mau memahami kondisi sekitar sekalipun sudah ada aturan yang berbicara mengenai larangan merokok. Dalam kondisi apapun, sebenarnya moral membutuhkan penjelasan; orang mesti tahu, apa yang kini harus dikerjakan supaya hidup dalam lingkungan kita dapat berlangsung terus; maka misal menjelaskan arah usaha manusia.[2] Berangkat dari situlah, moral memainkan peranan yang penting agar hidup manusia menjadi lebih rasional. Namun, justru rasionalitas itu menjadi keterbatasan moral, terutama kalau moral hanya memikirkan aturan dan kurang memperhatikan, bagaimana menyapa manusia.[3] Hal yang palinig sederhana adalah dimulai dari diri kita, sadar akan bahayanya pencemaran lingkungan atau yang paling sering kita lihat adalah banyaknya orang di Indonesia yang merokok. Banyak hal yang didapat dari merokok, yakni seperti membahayakan diri sendiri mauapun yang lebih parah badalah bagi orang lain sebgai perokok pasif. Membuang puntung atau sampah sembarangan adalah salah satu hal yang paling sering kita lihat, ataupun penyalahgunaan emisi gas buang dalam kendaraan bermotor.

Hal-hal yang sering kita dengar untuk pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan adalah program Langit Biru di Jakarta, atau Green Campaign untuk mengantisipasi adanya Global Warming yang beberapa waktu lalu diselenggarakan KTT-nya.

Baik merokok, ataupun pencemaran udara melalui kendaraan bermotor maupun asap pabrik sebenarnya terkait dengan permasalahan yang akan timbul di masa yang akan datang. Di dalam prinsip hukum yang diajukan oleh Experts Group on environmental Law, yang kemudian menjadi bagian integral dari rekomendasi World Commision on Environment and Development (WCED atau Brundtland Commission) meliputi diantaranya hak dan fundamental manusia atas lingkungan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan manusia, konservasi lingkungan dan sumber daya alam untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang; pelestarian keanekaragaman hayati serta pemeliharaan ekosistem dan proses ekologis yang esensial bagi berfungsinya biosfer.[4]

Pemerintah pada dasarnya telah mengeluarkan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) tentang larangan dan sanksi bagi siapa saja yang telah jelas-jelas melakukan perusakan lingkungan. Dalam UU No. 23 Tahun 1997 Pasal 41 ayat 1 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan, "Barang siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)."

Namun hal itu tidak menjadikan proses penegakan hukum hanya merupakan tanggung jawab aparat penegak hukum. Kita sebagai masyarakat dapat juga aktif menegakkan hukum, walaupun kita bukan sebagai aparat penegak hukum. Karena kita sebagai subyek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Penegakan hukum mempunyai makna, bagaimana hukum itu harus dilaksanakan, sehingga dalam penegakan hukum tersebut harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.

Kepastian hukum menghendaki bagaimana hukumnya dilaksanakan, tanpa peduli bagaimana resikonya (fiat justitia et pereat mundus:meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan)[5]. Apapun bunyi hukumnya itulah yang harus dilaksanakan. Karena hukum lingkungan dibuat dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dan memberi manfaat kepada masyarakat.



[1] Budi Imansyah, Artikel: Membangun Masyarakat yang Berwawasan Lingkungan, www.google.search.com , 27 Februari 2006

[2] Bernhard Kieser SJ, Agama dan Proses Pengembangan Moral, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan UNISIA: Menuju Masyarakat Etik, No.35/XX/III/1997, Hlm.50

[3] Ibid.,

[4] Koesnadi Hardjasoemantri, Pokok-Pokok Pemikiran Hukum Lingkungan dan Implementasinya terhadap Keseimbangan Ekosistem Indonesia, dalam Kumpulan Tulisan Hukum dan Bencana Alam di Indonesia, Hasil Kerjasama UII dengan JICA-Kedubes Jepang di Jakarta, 2002, Hlm.118

[5] R.M. Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal 65

1 komentar:

Admin mengatakan...

bay kalo mu pos tulisan di edit dlu dong biar enak bacanya